Pangkalpinang — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menggelar audiensi bersama Gabungan Kelompok Tani Desa Pergam, Selasa (7/10/2025), di Ruang Rapat DPRD. Pertemuan itu membahas keluhan masyarakat terkait dugaan kerusakan sumber air irigasi sawah akibat aktivitas perusahaan perkebunan kelapa sawit di wilayah setempat. Selasa (7/10/2025).
Namun, audiensi tersebut menuai keberatan dari pihak Iskandar, perwakilan Kelompok Tani Suka Makmur Desa Pergam, yang menjadi salah satu pihak disebut dalam rapat tersebut. Melalui penasihat hukumnya, Suhardi, S.H., ia menilai DPRD Babel tidak memberikan kesempatan yang adil bagi kliennya untuk menyampaikan klarifikasi secara utuh.
“Anggota DPRD hanya mendengarkan keterangan sepihak dari pelapor. Padahal, di wilayah itu ada beberapa perusahaan perkebunan yang beroperasi. Mengapa hanya Kelompok Tani Suka Makmur yang dipanggil dan dituding melanggar ketentuan tata ruang atau PT2L?” ujar Suhardi.
Menurutnya, persoalan tata ruang tidak bisa disimpulkan sepihak. Harus dilihat berdasarkan titik koordinat, peta RTRW, serta peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Penataan Tata Letak dan Lahan (PT2L), termasuk Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Iskandar sendiri membantah tudingan perusakan lingkungan. Ia menegaskan bahwa kelompoknya justru berkontribusi membuka akses jalan bagi masyarakat sekitar. “Jarak tempuh yang sebelumnya lebih dari setengah jam kini bisa ditempuh hanya 15 menit berkat jalan tembus yang kami buat,” ungkapnya.
Kuasa hukum Iskandar juga menyesalkan pernyataan salah satu anggota DPRD yang mengatakan “tanah ini milik Tuhan.” Menurutnya, pernyataan itu menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap aturan alih fungsi lahan dan status hak atas tanah yang telah diatur secara hukum.
Lebih lanjut, Suhardi menyoroti kejanggalan administratif berupa dua surat undangan audiensi DPRD Babel dengan nomor yang sama (400.3.3.6/1419/DPRD) namun ditujukan kepada pihak berbeda—satu kepada Direktur PT PAL, satu lagi kepada Ketua Kelompok Tani Suka Makmur.
“Kalau surat resmi negara saja diketik dan dikirim asal-asalan, itu sudah mengarah pada dugaan maladministrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia,” tegas Suhardi.
Ia menegaskan, pihaknya akan meminta klarifikasi resmi dari Sekretariat DPRD Babel demi menjaga prinsip transparansi, akuntabilitas, dan asas keadilan dalam penegakan hukum di bidang pertanahan dan penataan lahan. (Syl/*)