dr. Tri Wahyuni Pilih Teruskan Pesan Kontraktor Saat Ditanya Keretakan Puskesmas Selindung

Oplus_131072

Matakasus.com, Pangkalpinang – Pembangunan Puskesmas Selindung di Kota Pangkalpinang senilai Rp8 miliar yang dibiayai melalui APBD 2024 kini menuai sorotan tajam. Meski proyek tersebut diperkirakan baru rampung pada pertengahan tahun 2024, kondisi bangunan sudah tampak retak di berbagai titik, mulai dari dinding tangga, plafon, hingga pertemuan antar struktur kolom dan balok. Minggu (12/10/2025).

Berdasarkan data di situs LPSE Kota Pangkalpinang, proyek dengan nama paket panjang “Belanja Modal Gedung dan Bangunan – Belanja Modal Bangunan Gedung Kantor – Belanja Pembangunan Puskesmas Selindung” dimenangkan oleh Citra Jaya Mandiri dengan nilai kontrak Rp7,97 miliar. Namun dalam dokumen resmi LPSE, bentuk badan hukumnya tidak jelas tercantum apakah berbentuk PT atau CV, menimbulkan pertanyaan serius terkait keabsahan administrasi pengadaan.

Retakan dan kerusakan muncul di beberapa sisi bangunan. Di ruang tunggu, dinding terlihat terbelah dari bawah hingga mendekati plafon. Di area belakang, sambungan plester mulai terlepas, sementara sebagian lantai tampak turun. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang mutu pelaksanaan, pengawasan teknis, dan pertanggungjawaban pihak pelaksana proyek.

Secara hukum, masa pemeliharaan proyek pemerintah memang umumnya berlangsung enam bulan setelah serah terima pekerjaan pertama (PHO). Jika pekerjaan Puskesmas Selindung diserahkan pada Juni 2024, maka masa pemeliharaan berakhir sekitar Desember 2024. Namun, tanggung jawab pelaksana proyek tidak serta-merta gugur begitu masa pemeliharaan lewat.

Berdasarkan Peraturan LKPP No. 12 Tahun 2021 dan Perpres No. 16 Tahun 2018, kontraktor tetap dapat dimintai pertanggungjawaban jika ditemukan cacat tersembunyi (hidden defect) atau mutu pekerjaan tidak sesuai spesifikasi kontrak. Sementara PP No. 22 Tahun 2020 Pasal 27 ayat (1) huruf e menegaskan, tanggung jawab terhadap kerusakan struktural dapat diperpanjang hingga 10 tahun, terutama bila terbukti ada unsur kelalaian berat.

Praktisi konstruksi menilai, munculnya keretakan dalam waktu singkat adalah indikasi kuat kegagalan mutu atau pengawasan yang lemah. Apalagi proyek ini dikerjakan dalam tempo yang relatif cepat, tanpa laporan terbuka soal hasil uji mutu material atau pelaksanaan uji beban struktur.

Selain kontraktor, tanggung jawab juga melekat pada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Konsultan Pengawas yang bertugas memastikan kualitas sesuai dokumen kontrak. Jika ditemukan unsur kelalaian atau penyimpangan spesifikasi, maka jaminan pemeliharaan (retensi 5% dari nilai kontrak) dapat disita dan digunakan untuk perbaikan kerusakan.

Lebih jauh, Inspektorat Daerah dan BPKP dapat turun melakukan audit apabila kondisi bangunan berpotensi menimbulkan kerugian negara. Bila hasil audit menunjukkan adanya kelebihan bayar atau penyimpangan material, kasus ini bisa berlanjut ke ranah hukum, termasuk pasal korupsi (UU Tipikor Pasal 2 dan 3).

Menanggapi kondisi bangunan yang retak tersebut, awak media mencoba mengonfirmasi Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang yang lama, dr. Tri Wahyuni Masrohani. Namun, saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, dr. Tri hanya meneruskan balasan dari seseorang yang diduga pihak kontraktor atau pengawas pekerjaan. Dalam pesan itu disebutkan bahwa retakan yang terlihat hanyalah “retakan rambut”, yakni retakan tipis pada cat atau plester dinding.

Namun fakta lapangan menunjukkan sebaliknya. Berdasarkan dokumen foto yang dimiliki redaksi, sebagian retakan tampak jelas sebagai retakan tembok dalam, bukan sekadar goresan permukaan cat. Di beberapa titik, celahnya cukup lebar untuk memasukkan ujung jari, menunjukkan indikasi kuat adanya pergerakan struktur atau mutu campuran semen yang tidak sesuai spesifikasi.

Kini publik menanti langkah Dinas Kesehatan Pangkalpinang. Apakah mereka akan menindaklanjuti temuan kerusakan ini dengan audit teknis dan penegakan tanggung jawab kontraktor, atau justru membiarkannya menjadi bangunan yang rapuh sejak dini?

Yang pasti, meski papan proyek sudah lama dicabut, jejak tanggung jawab hukum dan moral belum hilang. Retakan yang menjalar di tembok Puskesmas Selindung hari ini bukan sekadar masalah teknis — tapi cermin dari lemahnya pengawasan dan tata kelola proyek publik di Kota Pangkalpinang. (MK/*)