Pangkalpinang, matakasus.com – Praktik dugaan pungutan liar (pungli) kembali mencoreng wajah pelayanan publik. Kali ini, indikasi pungli muncul dari percakapan WhatsApp yang diduga dilakukan oleh seorang oknum pegawai Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Capil) Kota Pangkalpinang dengan akun bernama “Capil Pkp Ardapapaelsaazel”. Senin (25/8/2025).
Dalam tangkapan layar percakapan yang diterima redaksi dari warga bernama Syahrial, terlihat jelas bagaimana oknum tersebut meminta sejumlah uang untuk pengurusan dokumen kependudukan berupa KTP dan KK.
Awalnya, Syahrial yang mencoba melakukan komunikasi untuk keperluan pengurusan dokumen diminta mentransfer dana sebesar Rp350 ribu hingga Rp700 ribu. Dalam pesan tersebut, oknum berinisial (Ard) itu beralasan biaya timbul karena pengurusan dilakukan antarprovinsi.
“Sikok e nek 350 biasa e, mun 2 pling kena 700 bai. Mun nek tf bai,” tulis oknum tersebut dalam percakapan WhatsApp, sembari menekankan pembayaran melalui transfer.
Syahrial yang curiga dengan permintaan itu kemudian menolak tawaran tersebut. Ia menegaskan bahwa jika sampai pengurusan KTP dan KK dikenakan biaya, maka dirinya memilih tidak melanjutkan. “Kalau sampai gini, enggak usah lah Pak,” jawab Syahrial.
Tak berhenti di situ, Syahrial pun melakukan klarifikasi langsung dengan memperkenalkan diri sebagai wartawan dan menanyakan apakah benar pengurusan administrasi kependudukan memang dipungut biaya seperti yang disampaikan oknum tersebut.
Menariknya, setelah mengetahui identitas Syahrial, oknum itu mendadak berubah sikap. “Silahkan urus di kantor aja gratis kok. Ok mkasi,” tulisnya, seakan ingin meralat pernyataan sebelumnya.
Padahal, aturan jelas menyebutkan bahwa seluruh layanan administrasi kependudukan tidak dipungut biaya (gratis). Hal ini sesuai dengan Pasal 79A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, yang berbunyi:
“Pengurusan dan penerbitan Dokumen Kependudukan tidak dipungut biaya.”
Ketentuan tersebut dipertegas lagi melalui Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 108 Tahun 2019, yang menegaskan bahwa pembuatan KTP elektronik (e-KTP), Kartu Keluarga, hingga akta pencatatan sipil adalah layanan dasar negara yang wajib diberikan gratis kepada seluruh warga negara.
Lebih jauh, praktik dugaan pungli ini berpotensi melanggar hukum pidana. Dalam Pasal 368 KUHP dijelaskan, setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu dengan ancaman atau penyalahgunaan jabatan dapat dikenakan pidana pemerasan. Selain itu, jika terbukti dilakukan oleh ASN, maka dapat dijerat dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya terkait penyalahgunaan wewenang.
Syahrial menegaskan, berdasarkan aturan, seluruh pelayanan administrasi kependudukan di Dinas Capil Kota Pangkalpinang mulai dari pembuatan KTP, KK, hingga akta catatan sipil adalah gratis dan tidak boleh ada pungutan liar dalam bentuk apa pun.
“Bukti percakapan ini jelas menunjukkan adanya indikasi pungli yang dilakukan oknum Capil berinisial Ard. Awalnya meminta uang, tapi ketika dikonfirmasi dan mengetahui saya wartawan, dia langsung berubah mengatakan gratis,” ungkap Syahrial kepada redaksi.
Kasus ini semakin menegaskan bahwa praktik pungli di instansi pelayanan publik masih terus terjadi meski pemerintah sudah berulang kali menegaskan bahwa pelayanan administrasi kependudukan tidak dipungut biaya.
Masyarakat berharap pihak terkait, termasuk Dinas Capil Kota Pangkalpinang, Inspektorat, dan Aparat Penegak Hukum, segera turun tangan mengusut dugaan pungli ini. Sebab jika dibiarkan, tindakan semacam ini bukan hanya merugikan warga, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. (MK/**)