Pangkalpinang — Langkah hukum Edi Irawan belum menunjukkan tanda-tanda berhenti. Setelah memenangkan sebagian gugatan terhadap Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di Komisi Informasi (KI) Babel, Edi kini resmi mengajukan gugatan kedua ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pangkalpinang, Senin (06/10/2025).
Gugatan ini berjalan beriringan dengan laporan dugaan maladministrasi ke Ombudsman RI Perwakilan Babel, serta pengaduan etik ke Komisi Informasi Pusat. Tak hanya itu, Edi juga menembuskan laporan tersebut ke DPRD Provinsi Babel sebagai bentuk desakan moral agar lembaga legislatif ikut menilai integritas badan publik di daerah.
Dalam pandangan Edi, proses persidangan di KI Babel justru meninggalkan jejak ketidakseriusan.
“Kadang dalam ruangan sidang saya geleng-geleng dan senyum. Alangkah tidak bermakna dan berharganya forum peradilan nonlitigasi ini. Seperti tidak berguna meja, kursi, pakaian rapi, dan itikad baik yang dibawa para pihak untuk menyelesaikan ini,” ujarnya tajam.
Edi menuding Majelis Komisioner KI Babel menunjukkan perilaku tidak profesional — membatasi kesempatan bicara pihak pemohon, bahkan menuding dirinya angkuh dan maladministratif.
“Persidangan paling kocak adanya hanya di Komisi Informasi Babel. Kapan masyarakat secara pribadi maladministrasi karena tidak menjawab surat? Astaga. Memang sudah darurat ini Majelis Hakim Komisionernya. Ga layak banget jadi pejabat publik. Pengetahuan dasar saja tidak mumpuni,” tegas Edi.
Substansi gugatan kedua yang kini dilayangkan Edi berfokus pada Naskah Akademik RTRW dan RZWP3K. Dalam putusan sebelumnya, KI Babel memang menyatakan Pemprov Babel lalai memenuhi kewajiban keterbukaan informasi, namun secara ganjil menyebut Naskah Akademik bukan dokumen yang dikuasai Pemprov, tanpa menjelaskan siapa pihak yang memilikinya.
“Nah, ini putusan ajaib. Yang diminta Naskah Akademik, yang didapat Materi Teknis dan Dokumen Final. Padahal dalam persidangan telah terungkap, tidak ada satupun dasar hukum yang mengatur perubahan nama Naskah Akademik menjadi Materi Teknis dan Dokumen Final. Ini sidang, makin lama makin suram,” sindirnya di hadapan wartawan.
Di tengah rangkaian gugatan tersebut, Edi mengungkap bukti baru berupa surat kuasa resmi yang ditandatangani oleh Pj. Sekda Babel, Fery Afriyanto selaku atasan PPID Pemprov Babel. Surat bernomor 555/0066/Diskominf… itu memberi mandat kepada enam pejabat lintas OPD, mulai dari Dinas Kominfo, Dinas Kelautan dan Perikanan, hingga Bappeda, untuk hadir dan mewakili pemerintah dalam persidangan Komisi Informasi.
Dokumen tersebut menjadi penting, sebab di dalamnya tertera nama-nama yang juga muncul dalam proses sidang sebagai pihak yang disebut Edi “diselundupkan” menjadi saksi.
Fakta itu, menurut Edi, memperkuat dugaan adanya rekayasa peran dan konflik kepentingan di tubuh pemerintah daerah dalam proses persidangan. “Bagaimana mungkin seseorang yang diberi kuasa bertindak untuk pemerintah kemudian dihadirkan pula sebagai saksi di forum yang sama? Ini jelas tak etis,” ujarnya.
Kasus ini menelanjangi persoalan serius di tubuh birokrasi daerah—antara etika, kuasa, dan tanggung jawab publik.
“Satu akar masalah yang harus kita pahami. Semua orang yang terlibat dalam perbuatan jahat dan melanggar hukum ini adalah mereka yang lupa bahwa tenggorokan mereka itu diisi oleh keringat masyarakat yang hidupnya sekarat,” tutup Edi dengan nada keras.
(MK/*)