Tak Jera: Usai Penangkapan Pejabat, Layanan Informasi BWS Babel Justru Makin Dipertanyakan

Bangka Belitung – Sidang sengketa informasi publik antara Edi Irawan melawan Balai Wilayah Sungai (BWS) Bangka Belitung Ditjen SDA Kementerian PUPR pada Kamis (2/10/2025) di Kantor Komisi Informasi Provinsi Bangka Belitung berakhir antiklimaks. Agenda pemeriksaan awal harus disela lantaran majelis menyatakan sebagian permintaan informasi yang disengketakan bukan kewenangan Komisi Informasi Daerah.

Namun, penyelaan itu tidak serta-merta menghapus hak pemohon untuk memperoleh informasi publik. Justru, fakta ini menambah panjang daftar masalah transparansi di BWS Babel—lembaga yang sebelumnya sudah tercoreng kasus korupsi miliaran rupiah. Empat pejabatnya, masing-masing RS, K, MSA, dan OA, telah ditahan Kejati Babel dalam dugaan korupsi pemeliharaan sumber daya air senilai Rp30,49 miliar, dengan barang bukti sekitar Rp5,29 miliar.

Ironisnya, pasca penangkapan itu, pelayanan informasi publik BWS Babel bukannya membaik, malah makin disorot karena cenderung tertutup. Fakta ini menguatkan kecurigaan publik bahwa instansi vertikal kementerian tersebut tak jera meski sudah diguncang kasus hukum.

Dalam konteks sengketa informasi ini, Edi Irawan menegaskan kekecewaannya terhadap proses yang berjalan di Komisi Informasi Provinsi Babel. “Sama saja, Komisi Informasi Babel dan BWS Babel juga sama tidak profesionalnya. Nalarnya rendah untuk menyerap makna asas dan tujuan keterbukaan informasi publik yang tercantum dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008. Nanti kita akan sampaikan keberatan kepada KI Babel dan melayangkan surat kepada Komisi Informasi Pusat RI,” ujarnya usai persidangan.

Pernyataan keras itu mencerminkan kegelisahan publik bahwa persoalan keterbukaan informasi bukan lagi sekadar teknis kewenangan, melainkan soal komitmen moral lembaga negara untuk tunduk pada amanat undang-undang.

Pertanyaan pun mencuat: apakah penyelaan sidang hanya alasan formal, atau ada upaya sistematis untuk menghindari keterbukaan? Jika demikian, maka publik berhak menduga ada hal besar yang disembunyikan. Keterbukaan informasi bukan hadiah, melainkan hak konstitusional warga negara. Dan menutupinya, apalagi setelah terbongkarnya kasus korupsi di tubuh BWS Babel, sama saja dengan mengkhianati amanat reformasi. (MK/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *